Tampilkan postingan dengan label SERI SEJARAH MAKANAN. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label SERI SEJARAH MAKANAN. Tampilkan semua postingan

Resep Rawon Daging Sapi, Bumbu Kluwaknya Membuat Mabuk Kepayang

 

    Bayangkan sebuah mangkok putih dengan logo ayam jago. Di dalamnya berisikan potongan-potongan daging sapi yang tebal kecoklatan dan terlihat amat empuk, ditemani tauge pendek yang putih segar, dan disiram kuah harum berwarna coklat kehitaman. Di samping mangkok itu ada sepiring nasi putih dengan taburan bawang merah goreng, telur asin Brebes, serta kerupuk udang. Tak lupa sambel terasi dengan seiris kecil jeruk limau di sisinya. Hmmm…nikmat mana yang kau dustakan?


    Masakan apa yang terbayang setelah membaca ilustrasi tersebut? Ya, rawon. Rawon atau ‘blacksoup” demikian nama internasionalnya. Hidangan khas Jawa Timur yang melegenda. Jika warna gudeg bisa kecoklatan karena direbus dengan daun jati, yang mewarnai rawon adalah bumbu khususnya.  Warna kuahnya yang khas yaitu hitam kecoklatan, disebabkan oleh bumbu yang wajib ada pada rawon, yaitu kluwak. Memang kini banyak bumbu rawon instant, tetapi penambahan kluwak segar yang asli akan membuat kuah rawon lebih gurih dan berasa “rawon”.


                                               Rawon daging sapi komplit dengan pelengkapnya
                                                    Sumber gambar : Instagram @steviafadhila

Baca juga : Yuk, Masak Timlo, Kuliner Khas Solo yang Legendaris

Kluwak sendiri asal muasalnya adalah tanaman yang subur di daerah Kepahiang, Provinsi Bengkulu. Oleh karena itu ada yang menyebutnya sebagai buah Kepahiang. Mengkonsumsi buah ini melebihi batas kewajaran dan dalam kondisi mentah,  bisa menyebabkan pusing atau mabuk karena bijinya mengandung asam sianida yang tinggi. Dari sinilah awal mula istilah “mabuk kepahiang” menjadi ‘mabuk kepayang’. Orang yang jatuh cinta dikenal dengan mabuk kepayang karena memang kadang kelakuannya memusingkan, bukan?


Sumber : pixabay.com/wonderfulBali


Kembali ke rawon yang membuat mabuk kepayang saking enaknya. Proses memasak rawon sebenarnya tidak begitu sulit. Ada teknik tersendiri yang membuat rawon menjadi lezat. Selain bumbu-bumbu yang pas, daging rawon pun menjadi kunci.


Daging yang ideal untuk rawon adalah yang mengandung sedikit lemak. Walaupun saat ini mulai marak rawon kikil atau buntut sapi. Untuk perebusan yang hemat waktu dan energi, gunakan teknik 5-30-7. Rebus daging yang telah dicuci bersih selama 5 menit kemudian diamkan sekitar 30 menit kemudian rebus lagi selama 7 menit.

Baca juga : Ide Jualan Selat Solo, Hidangan Sepinggan yang Bersejarah

Saya mendapatkan resep rawon dari ibu saya. Resepnya jadul banget dan dikirim via WhatsApp berupa foto tulisan tangan beliau. Berikut foto tulisan resep tersebut :


                                                      Sumber gambar : koleksi pribadi


 

Terbaca?

Baiklah, saya terjemahkan disini :

Bahan :

500 gram daging sapi, rebus, potong-potong sesuai selera

4 butir kluwak besar atau 5 butir jika ukuran kecil

Bumbu :

3 lembar daun salam

1 jempol jahe, dikeprek

1 jempol lengkuas, dikeprek

1 batang serai, dikeprek

3 lembar daun jeruk, diambil tulangnya

½ sendok the jinten, disangrai dan dihaluskan (bisa diganti jintan bubuk)

4 butir kemiri disangrai

Bumbu dihaluskan :

Kluwak beserta air rendaman

5 bawang merah, 4 bawang putih

1 cabe merah besar buang isinya

Bumbu bubuk

¼ sendok teh lada bubuk

½ sendok teh ketumbar bubuk

½ sendok teh kunyit bubuk

Gula, garam, penyedap rasa secukupnya

3 biji asam jawa (diambil airnya)

 

 

Cara membuat :

Rebus daging sampai empuk, sisakan kaldunya ¼ liter atau 5 gelas. Tumis bumbu halus hingga harum, masukkan daun salam, lengkuas, jahe, serai, daun jeruk, aduk-aduk hingga harum.

Masukkan daging dan tumis hingga daging berubah warna menjadi coklat.

Masukkan tumisan daging beserta bumbu ke air rebusan daging yang telah dididihkan.

Masukkan bumbu bubuk (lada, ketumbar, kunyit, gula, garam, penyedap) dan air asam jawa. Koreksi rasanya. Biarkan mendidih dengan api kecil hingga bumbu meresap, kemudian matikan api.

Penyajian :

Rawon akan lebih komplit bila dinikmati dengan telur asin dan kerupuk udang

Pelengkapnya tauge pendek mentah, sambel terasi, jeruk limau.

 

Nah, cukup sederhana kan proses pembuatannya? Walaupun simple tetapi rasa yang dihasilkan sangat kaya karena mengandung aneka ragam rempah-rempah. Cobain, yuk!

 

Keep healthy, wealthy and happy!

 

 

Yogyakarta, 09 Februari 2022

Yuk,Masak Timlo, Kuliner Khas Solo yang Legendaris

 

    Ketika duduk di bangku SMA, saya merantau ke Solo. Jarak kampung halaman di Boyolali dengan sekolah saya, yaitu SMA 1 Surakarta, sekitar 26 kilometer.  Angkutan umum untuk menuju ke sekolah pada tahun 90-an tidak mudah, harus ganti bis 2 kali. Maka saat itu saya memutuskan untuk kos di seputaran Kepatihan Kulon.


    Saya sekelas dengan anak Jakarta tetapi tinggal bersama neneknya di lingkungan dalam beteng keraton Solo. Teman inilah yang suatu hari menanyakan pada saya, “Sudah pernah makan timlo?” Menurutnya timlo identik dengan Solo. Timlo adalah kuliner andalan kota Solo yang terkenal enak dan dia sangat heran dengan saya karena belum pernah sama sekali mencicipinya.


    Dari situlah awal pertemuan saya dengan timlo di warung Timlo Sastro, pojokan Pasar Gede. Timlo Sastro bisa jadi andalan kuliner timlo di Solo, karena berdiri sejak tahun 1958 dan tidak banyak mengalami perubahan rasa. Tetap enak dan “ngangeni” hingga kini. Tidak salah apabila timlo menjadi kuliner andalan Solo karena selain rasanya yang enak dan  bisa dinikmati segala usia, masakan ini tampilannya menarik dan unik. Oke, mari sini saya gambarkan tentang Timlo Solo :


kehangatan dalam semangkuk timlo (foto dokumen pribadi)


    Dalam semangkuk Timlo, ada irisan daging ayam rebus, potongan ati dan ampela goreng,  pindang telur ayam yang kecapnya murah hati sehingga benar-benar coklat hingga ke dalam, beberapa iris sosis solo, jamur kuping, wortel,  soun, dan keripik kentang.
    Semuanya diguyur dengan kuah yang ngaldu sekali, sangat gurih namun ringan dan segar. Mirip kuah sop, namun lebih terasa jahenya. Tidak neg karena tanpa santan. Biasa dinikmati dengan nasi putih, emping goreng, sambal kecap dan sedikit kucuran jeruk nipis. Hmmm..terbayang nikmatnya disantap hangat-hangat. Sosis solo yang dipakai di sini biasanya sosis kosong alias tanpa isian, jadi mirip telur gulung.


                Dosen Sejarah Fakultas Sastra Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Heri Priyatmoko, memastikan bahwa Timlo adalah hasil berkembangnya Sup Kimlo asal Tionghoa. Kimlo adalah hidangan berkuah asal Cina, berkembang menjadi Sup Kimlo di Jawa Timur dan Jawa Tengah, terutama di Kawasan Pecinan.


Dalam buku Indrukken van een totok (1897) yang memuat pengalaman kuliner seorang wisatawan Belanda bernama Justus Van Meurich pada tahun 1800-an, diungkapkan bahwa pada masa itu beredar pedagang keliling menggunakan pikulan, menjajakan sop Cina yang sangat populer. Sop ini dikenal dengan nama Kimlo, dinikmati dalam mangkuk porselen kecil-kecil, dimana pembeli menikmatinya sambil berjongkok mengelilingi sang penjual.


Sebuah buku resep masakan berjudul Poetri Dapoer (1941) yang disusun oleh wanita Tionghoa bernama Lie Hiang Hwa (Penerbit Chen Company) Solo juga memuat tentang timlo, yakni panduan cara memasak Sup Kimlo dengan wajan. Bahan-bahan yang digunakan antara lain bawang merah, daging, garam, kecap, air, soun, japur kuping, kincam, udang basah, kentang, dan kubis. (Republika.co.id).


Menilik dari asal muasalnya, tidak heran jika timlo berkembang dari sudut pasar Gede yang banyak dikelilingi pemukiman Tionghoa. Bahkan sempat memberi tekanan bagi penjualnya pada masa Orde Baru. Sebagaimana tahu dan tempe yang telah menyusuri jalan panjang sejarah, timlo juga melewati gempuran zaman, dan  berhasil menjadi makanan ikonik yang digemari para pelancong. Mengganti hurup K pada kimlo, menjadi timlo yang lebih mudah pelafalannya, serta mengubah resep asli yang mengandung daging babi dengan daging ayam, menjadikan timlo bisa diterima semua kalangan. Rasanya kurang afdol jika berkunjung ke Solo tanpa menikmati timlo.

baca juga : http://www.cahayanovi.com/2020/09/wedangtahu-pasar-kranggan-jajanan-jadul.html


Dalam keluarga kami ada tradisi menyajikan timlo setiap lebaran. Biasanya kami mengadakan jamuan makan bagi para saudara dan tamu. Selalu ada Timlo segar untuk mendampingi opor dan sambal goreng yang merupakan "hidangan wajib" lebaran.  


 Isian timlo disiapkan dalam mangkuk kecil-kecil dengan kuah terpisah. Para tamu tinggal menambahkan kuah yang selalu panas di atas kompor parafin ke dalam mangkuk mereka masing-masing. Hidangan ini paling cepat habis dibandingkan ketupat dan segala pelengkapnya. Ibu begitu piawai mengolah sehingga timlo buatan beliau menjadi favorit seluruh keluarga besar.

Berikut resep timlo :

Kaldu

Bahan :

·         1 ekor ayam kampung

·         4 liter air

·         1 butir bawang Bombay ukuran sedang

·         8 siung bawang putih cincang kasar

·         3 cm jahe

·         1 bungkus kaldu blok (saya menggunakan merk Maggie blok/knorr)

·         Merica

·         Pala

·         Gula,garam, penyedap rasa secukupnya

Cara Membuat

Rebus ayam dengan api kecil hingga air agak menyusut dan kaldu keluar.

Tumis bawang Bombay,bawang putih, jahe, masukkan ke rebusan ayam. Tambahkan pala, merica, gula, garam, kaldu blok, dan penyedap. Tunggu hingga mendidih beberapa lama. Sisihkan ayamnya untuk isian timlo. Koreksi rasa, dan kuah timlo telah siap pakai.

kaldu timlo, bisa disaring dulu sebelum dihidangkan (foto dokumen pribadi)


Isian

isian timlo lengkap tanpa bunga sedap malam (foto dokumen pribadi)


·      Wortel iris bulat tipis, rebus.

·         Jamur kuping rebus, iris sedang

·         Soun direndam air hangat hingga empuk

·         Keripik kentang (bisa beli jadi atau iris kentang tipis-tipis kemudian digoreng kering)

·         Telur pindang coklat (telur rebus yang dimasak dengan bumbu bawang, garam,kecap dan merica hingga telur berwarna kecoklatan)

telur pindang coklat (dokumen pribadi)



·         Ati ayam direbus dengan sedikit garam, kemudian digoreng. Daging ayam dari rebusan kuah dipotong dadu

·         Sosis solo tanpa isi (dari 2 telur,100 gram tepung, dan air secukupnya)

adonan telur,tepung, dan air didadar dengan wajan teflon (foto dokumen pribadi)


digulung setelah didadar (foto dokumen pribadi)

sosis siap dipakai untuk pelengkap timlo (foto dokumen pribadi)

·         Bunga sedap malam kering, direbus (optional)

 

Penyajian

    Tata semua bahan isi di dalam mangkok, siram dengan kuah timlo panas-panas. Timlo yang lezat sudah siap disantap.





Nah, mudah kan, cara membuatnya. Silakan dicoba. Mumpung masih dalam suasana lebaran, bisa jadi alternatif sajian yang menyegarkan setelah serbuan semua yang serba santan seperti opor, sambal goreng, rendang, dan teman-temannya.


artikel ini dibuat untuk memenuhi tantangan Pasukan Blogger Joeragan Artikel bulan (Mei) 2021, tema “Resep Masakan”

 

Taqabalallahu minna waminkum, taqabal yaa kariim

Selamat Idul Fitri, mohon maaf lahir dan batin.





Boyolali, 23 Mei 2021


Cahaya Novianti























 


Ayam Ingkung, Hidangan Jadul Andalan di Waroeng Pohon Yogyakarta

 

Masyarakat  di Pulau Jawa pasti mengenal olahan ayam utuh yang dikenal dengan sebutan “ingkung”.  Ingkung kerap hadir dalam bermacam acara terutama di pedesaan. Biasanya disertai dengan nasi tumpeng, yakni nasi berbentuk gunung , ditata dalam tampah (wadah piring besar terbuat dari anyaman bambu), dan dikelilingi hiasan beraneka lauk pauk. Olahan ayam ingkung dibuat dari ayam kampung yang dimasak dalam bumbu rempah-rempah dan santan yang “mlekoh”.  Tiada kata yang bisa mewakili istimewanya  bumbu santan kental gurih berminyak yang melumuri daging ayam selain mlekoh. Istilah yang diambil dari almarhum idola saya Prof. Umar Kayam,  yang kerap beliau gunakan pada artikelnya di Harian Kedaulatan Rakyat bertahun-tahun lampau. Mlekoh sendiri menggambarkan tekstur  areh (santan kental)  pada “penggeng eyem” atau ayam panggang legendaris yang kerap lewat di seputaran Bulak Sumur, Yogyakarta. 

Baca juga : Menyelusur Sejarah Panjang Gudeg, Ikon Kuliner Yogyakarta


Hmm…kembali ke Ingkung., yuk!  Ayam Ingkung memiliki  filosofi yang tinggi dalam budaya Jawa. Tumpeng dan  ayam ingkung hadir dalam tradisi masyarakat Jawa.  Kenapa ayam? Ayam adalah bentuk doa  agar manusia memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Karena ayam adalah hewan yang pemilih. Jika diberi makanan, mereka melahap yang baik-baik saja dan menyisakan yang buruk. Selain itu ayam adalah wujud kenikmatan di dunia yang didapatkan dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, dalam tumpeng disajikan ayam terbaik, masih utuh, dan dihias sebagus mungkin. Ayam utuh dalam ingkung sengaja dibuat sedemikian rupa, seperti  telungkup bersujud,  karena merupakan perwujudan sikap “manengkung” yaitu memanjatkan doa dengan  sepenuh hati kepada Tuhan (disarikan dari Nutrisipangan Wordpress, menurut Sheiliya dalam Jurnal Pergeseran Nilai-nilai Religius Kenduri dalam Tradisi Jawa oleh Masyarakat Perkotaan)


                          menu sarang ingkung yang kami pesan, lezat bangettt....(foto : koleksi pribadi)

 

Di Yogyakarta, selain terkenal dengan kuliner gudeg, hidangan ingkung pun kini menjadi sajian di restoran dan rumah makan. Jika semula ingkung dan tumpeng hanya hadir saat acara “selamatan” atau ubo rampe sajian dalam ritual adat,  kini sewaktu-waktu bisa dinikmati. Bahkan di wilayah Bantul, Yogyakarta ada suatu wilayah yang menjadi pusat  kuliner ayam ingkung. Bahkan menjadi ikon kabupaten Bantul dengan sebutan Kampung Ingkung.  Tepatnya di  daerah Pajangan Bantul. Di sana terdapat warung Ingkung Joglo, Warung Ndeso, Ingkung Kuali,  dan banyak lainnya. Kampung Ingkung cocok dikunjungi sebagai rangkaian setelah berwisata ke Gua Selarong, di daerah Guwosari Pajangan Bantul.

Baca juga : Serunya Wisata Sejarah di Gua Selarong




nasi gurih dalam sarang daun kelapa untuk mempermanis dan menambah kelezatan 
(foto : koleksi pribadi)


               Bulan Januari 2021 yang lalu, saya sekeluarga berkesempatan menikmati hidangan ayam ingkung. Bukan di kampung Ingkung melainkan di daerah Jalan Parangtritis. Tepatnya di Jalan Parangtritis km 6, Sewon, Bantul. Berdekatan dengan kampus Institut Seni Indonesia (ISI Yogyakarta). Nama tempatnya adalah Waroeng Pohon. Tempat ini kami pilih karena sejalur dengan arah pulang setelah staycation semalam di Pantai Parangtritis.


                Bagi orang dewasa, apalagi yang tinggal di desa, hidangan ingkung mungkin sudah terbiasa dinikmati, karena upacara-upacara adat kerap menggunakan ingkung. Namun ingkung masih asing bagi anak-anak kami. Oleh karenanya, sengaja kami pesan menu “sarang ingkung”, untuk nostalgia, sekaligus mengenalkan makanan daerah yang bersejarah kepada anak-anak.

                    Ingkung bisa juga dinikmati perpotong jika dirasa menu utuh terlalu besar/banyak 
                                                     (foto : waroengpohon.com)


Di luar dugaan, bahkan keponakan saya yang masih tiga tahun, bisa menikmati ingkung dengan lahapnya. Sarang Ingkung yang kami pesan terdiri dari nasi gurih yang diletakkan dalam anyaman daun kelapa, ayam ingkung utuh, 3 macam sambal, lalapan, dan semangkuk areh atau kuah ingkung. Seporsi Sarang Ingkung cukup untuk 4 orang. Kami memesan 3 porsi sarang ingkung karena rombongan keluarga besar.  Memang, ingkung ini paling cocok dinikmati beramai-ramai.  Sambil rebutan mencuil dagingnya, tambah seru!


   menikmati ingkung di waroeng pohon serunya beramai-ramai dengan keluarga (foto : koleksi pribadi)


Selain Sarang Ingkung nya yang lezat, Waroeng Pohon juga menyajikan hidangan lainnya yaitu ingkung potongan, pecel lele, pecel ayam, sop ayam dan sop daging, aneka hidangan ikan, juga ada nasi goreng dan mie goreng. Untuk minumannya pun bervariasi mulai dari minuman tradisional seperti wedang jahe atau wedang uwuh, hingga ke minuman kekinian seperti milkshake dan aneka float. Sajian lezat ini sekaligus dilengkapi dengan kenyamanan suasana restoran. Waoreng Pohon memang didesain menyatu dengan alam, dengan banyak susunan batu-batu gamping putih yang unik dan pepohonan rindang di sekeliling. Seolah bersantap di kebun belakang rumah.

    suasana outdoor Waroeng Pohon, asri banget ya! (foto : waroengpohon.com)

                Selama masa PSBB ini, Waroeng Pohon beroperasi pada pukul 10.00 hingga 19.00. Semoga pandemi ini segera berlalu, dan  kita bisa bebas jalan-jalan ke mana pun, termasuk mampir ke Waroeng Pohon untuk makan Ayam Ingkung bersama keluarga.


Baca juga : Wedang Tahu Pasar Kranggan, Jajanan Jadul yang Bikin Kangen


Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days writing challenge Sahabat Hosting

 

Terciptanya Mi Instan, Makanan Favorit Sejuta Umat

 

Apakah yang menjadi trending topic  di dunia maya kala musim hujan tiba? Coba cek instastory, status WA atau cuitan di Twitter. Selain kenangan dan genangan, topik yang dibicarakan pastinya adalah mi instan. Lezatnya mi rebus dengan butiran-butiran  bakso sapi, telur, sawi, dan tak lupa irisan cabe rawit…hmmm benar-benar kenikmatan yang hakiki untuk menyambut keceriaan gerimis di luar.


Pernahkah terbayang bahwa mi instan diciptakan karena rasa iba? Jika mi berawal dari China, maka mi instan bermula ketika Jepang mengalami krisis setelah Perang Dunia kedua. Setelah kalah perang, Jepang mengalami kekurangan pangan. Makanan “wajib” pada masa itu selain nasi adalah mi.  Bantuan makanan  yang diberikan oleh Amerika ke Jepang pun berupa tepung terigu. Makanan yang menyerap tepung dalam jumlah banyak, salah satunya adalah mi. Maka diproduksilah mi dalam jumlah besar untuk mengatasi kelaparan. Saat itu mi ramen berkuah adalah salah satu makanan andalan.

Karena krisis ini pula, rakyat Jepang harus mengantre untuk mendapat makanan. Antrean panjang terjadi disebabkan banyak yang membutuhkan  dan lamanya proses penyajian semangkuk ramen berkuah. Wajah mereka yang kelelahan karena lamanya pembuatan ramen, membuat iba seorang pengusaha bernama Ando.  Pengusaha bernama lengkap Momofuku Ando berpikir menciptakan makanan yang  mengenyangkan,  tahan lama  namun praktis. Jenis makanan ini harus mudah didistribusikan ke daerah-daerah pelosok sehingga masyarakat yang kelaparan bisa cepat tertolong. Dan terutama harus berbahan dasar tepung terigu, sesuai dengan ketersediaan bahan baku. Dari sinilah terbersit ide membuat  mi ramen cepat saji.

Chicken Ramen adalah ramen instan pertama yang diciptakan oleh Momofuku Ando. Mi yang berbumbu dan dikukus kemudian didehidrasi dalam minyak panas. Ramen ciptaan Onda ini bahkan disebut-sebut magic. Bagaimana tidak,hanya dengan menyeduh ramen kering dengan air panas, ramen siap disajikan dalam waktu hanya 2 menit. Penemuan ini disambut hangat dan langsung menjadi favorit banyak orang.

Pada mulanya ramen instan dibuat tanpa tambahan bumbu. Namun karena permintaan pelanggan yang menginginkan rasa yang lebih kuat, maka ditambahkan bumbu penyedap dalam ramen instan tersebut. Sejak saat itu, mi instan dibuat secara massal. Setelah Ando, banyak bermunculan produsen mi instan lain di Jepang yang kemudian mengekspornya ke seluruh dunia. Pada tahun 1970-an, mi instan sangat populer dan merevolusi industri makanan olahan.

Perkembangan mie instan makin meningkat dengan adanya inovasi  mi dalam cup. Walaupun menimbulkan kontroversi karena kemasan styrofoam diduga berbahaya bagi kesehatan, faktanya mi dalam cup ini banyak peminatnya. Selain kemasan, rasa mi instant juga mengalami perkembangan. Bukan hanya rasa ayam atau mi goreng konvensional, namun kini ada beragam varian rasa mi instan. Sebut saja sambal matah, sambal goreng, rendang, soto, bahkan rasa teh hijau pun ada.

Walaupun banyak diberitakan efek samping mengkonsumsi mi instan, namun tetap saja peminatnya semakin bertambah.  Tak dipungkiri, mi instan mengandung kalori dan natrium yang tinggi. Kalori mi instan bahkan di atas seporsi nasi atau kentang. Berlebihnya kalori dalam tubuh bisa memicu kegemukan. Natrium yang terdapat dalam bumbu adalah zat yang dapat meningkatkan tekanan darah. Jika dikonsumsi berlebih, mampu memicu hipertensi.  Di dalam mi instan juga terkandung unsur karbohidrat sederhana yang menyebabkan peningkatan gula darah secara cepat. Inilah yang berpotensi menimbulkan penyakit diabetes mellitus.  Belum lagi kandungan zat pengawet dan MSG-nya. Namun, semua itu akan berpotensi membahayakan kesehatan apabila dikonsumsi secara berlebihan.

Walaupun dicinta sekaligus dibenci, keberadaan mi instan tak bisa dilepaskan dalam keseharian masyarakat Indonesia. Tengoklah sekeliling kita, menjamur warmindo alias warung makan indomi. Aneka tempat makan kekinian pun berlomba menyajikan hidangan berbahan dasar mi instan namun dengan aneka variasi, mulai dari  keju, kornet, sosis, baso, ayam geprek, ayam katsu, daging sapi dan lain sebagainya. Bahkan bahan makanan yang satu ini selalu hadir dalam paket sembilan bahan pokok terutama yang didistribusikan ke wilayah yang tertimpa bencana. Hal ini disebabkan karena mi instan praktis, mengenyangkan, awet dan harganya terjangkau.

Membaca selera konsumen yang menginginkan mi instan yang lebih bersahabat bagi kesehatan kini telah beredar mi “sehat” yang diklaim tanpa menggunakan pengawet, pewarna dan MSG. Walaupun harganya cenderung lebih mahal daripada mi biasa, mi sehat ini memiliki konsumen tersendiri yang cukup loyal. Nah, sekarang pilihan di tangan konsumen kan? Selamat makan mi instan sambil menikmati irama musim hujan!

Sumber : klikdokter.com, kompas.com

Foto : Freepik.com

Menyelusur Sejarah Panjang Gudeg, Ikon Kuliner Yogyakarta



    Pada abad ke-15 Panembahan Senopati bermaksud membangun kerajaan Mataram Islam di areal  hutan yang dikenal dengan nama Alas Mentaok. Wilayah hutan belantara yang kelak dikenal sebagai Yogyakarta ini memiliki banyak pohon nangka dan pohon kelapa.  Banyak buah nangka terutama yang muda, tersia-siakan sehingga mereka memikirkan cara bagaimana pemanfaatan buah-buah tersebut.   

    Kemudian para pekerja menemukan bahwa buah nangka yang masih muda ternyata sudah bisa diolah menjadi sayur dan enak rasanya. Jika nangka yang sudah masak berwarna kuning, berbau harum dan manis rasanya, buah yang masih muda berwarna pucat dan tanpa rasa. Untuk mengolah buah nangka yang hambar, ditambahkan bermacam-macam bumbu seperti bawang merah, bawang putih, kemiri, ketumbar, garam, gula, dan santan. Saat itu sayur dimasak dalam jumlah besar untuk memenuhi ransum para pekerja. Supaya mempermudah proses memasaknya digunakan kuali besar dan pengaduk seperti dayung kecil. Agar santan tidak pecah dan bumbu meresap sempurna, sayur diaduk-aduk terus dalam api kecil. Dari asal kata mengaduk, atau dalam bahasa Jawa disebut hangudek atau hangudeg, terciptalah nama gudeg. Sejarah menceritakan santap bersama Panembahan Senopati bersama para prajurit dan para pekerja dengan hidangan yang sama yaitu gudeg.


Kerajaan Mataram Islam yang didirikan Panembahan Senopati ini kelak terbagi menjadi kerajaan besar yaitu Yogyakarta dan Surakarta dengan dua wilayah khusus Mangkunegaran dan Pakualaman. Hal ini menyebabkan gudeg tidak hanya lekat dengan Yogyakarta namun menyebar pula ke Surakarta. Serat Centhini (1814-1823) yang notabene adalah karya barisan pujangga Surakarta menceritakan penyebaran gudeg ke wilayah Surakarta. Secuplik cerita di meja makan ketika Cebolang dan para santri lelana bertandang ke Wonogiri dan Tembayat, hidangan yang tersaji salah satunya adalah gudeg. 


Serat Jatno Hisworo lebih detail menggambarkan bahwa gudeg menjadi santapan penguasa kesultanan beserta para bawahannya. Diriwayatkan, Paku Buwana IX (1861-1893) memborong nasi gudeg plus nasi liwet yang diolah para bakul dari Baki, Sukoharjo. Hidangan ini disajikan untuk santapan para niyaga (pemain karawitan) yang menghibur keluarga kerajaan dengan pergelaran karawitan semalam suntuk.
sumber : https://tirto.id/


    Seiring dengan penyebaran gudeg, terjadi pula perubahan rasa sesuai kekhas-an daerah masing-masing. Gudeg Yogyakarta dikenal lebih kental dan  merah karena penambahan daun jati dan lebih manis. Gudeg Solo santannya agak kental dan lebih putih. 
Selengkapnya di :https://news.detik.com/


Selain berbahan dasar nangka muda atau gori, bunga kelapa atau manggar pun terkenal sebagai bahan gudeg yang lezat. Namun gudeg manggar agak sulit ditemukan karena memang bahan bakunya lebih susah didapat. 

Sebagai pelengkap hidangan gudeg adalah sambel goreng krecek, tahu, tempe, telur dan ayam yang dimasak dalam bumbu bersantan, sayur daun papaya dan areh santan yang kental dan gurih. Krecek sendiri adalah kerupuk yang terbuat dari  kulit sapi, kering mengembang ketika mentah dan bertekstur sedikit kenyal saat dimasak dengan bumbu sambal goreng. Selain daging ayam, beberapa penyaji gudeg juga menambahkan ceker atau kaki ayam yang kesemuanya dimasak sedemikian empuk dan berbumbu dengan santan yang mlekoh, alias bersantan, gurih, pekat, creamy, umami. Bahasa Jawa memang kaya dengan istilah singkat yang menjadi panjang ketika ditafsirkan. Gudeg ceker dan gudeg manggar bahkan memiliki fanbase atau penggemar tersendiri. Sensasi makan dengan tangan sambil nglamuti ceker yang berlumur bumbu memang tiada duanya.
Baca juga :http://www.cahayanovi.com

    Saking banyaknya penjual gudeg di Yogya, bahkan ada kampung gudeg di daerah Wijilan menjadikan makanan ini ikonik. Tak pelak lagi julukan Kota Gudeg tersemat bagi Yogyakarta. Inovasi dilakukan oleh para penjaja gudeg untuk menarik pembeli di antaranya gudeg mercon dengan penambahan krecek ekstra pedas, ataupun gudeg kering yang awet sehingga cocok untuk oleh-oleh. Pengemasan gudeg biasanya menggunakan kardus atau besek, yaitu kotak dari anyaman bambu ataupun kendil dari tanah liat. Bahkan telah tersedia pula gudeg dalam kaleng yang bisa tahan lama hingga berbulan-bulan. Gudeg kaleng dirintis oleh Gudeg Bu Tjitro 1925 dan kini telah banyak dipasarkan di berbagai wilayah.

 
Ada filosofi kesabaran yang terkandung dalam gudeg yakni dari lamanya proses pembuatan hingga beraneka ragam rempah yang digunakan di dalamnya. Untuk menghasilkan gudeg yang legit dan mantap rasanya, nangka muda dicuci bersih kemudian direbus selama kurang lebih 1 jam agar empuk dan hilang getahnya. Setelah melalui proses perebusan pertama, nangka muda masih direbus lagi dalam air berbumbu. Proses perebusan menggunakan api kecil atau sedang dan harus telaten diaduk-aduk agar santan tidak pecah. Di tahap inilah diperlukan kesabaran karena memasak gudeg  memakan waktu yang cukup lama apalagi jika menginginkan gudeg kering.


Sejak dulu hingga kini, gudeg tetap eksis dan dicari. Bukan saja karena rasanya yang enak dan mengenyangkan namun karena makanan ini telah menjadi budaya yang terus menerus dilestarikan






WedangTahu Pasar Kranggan, Jajanan Jadul yang Bikin Kangen

 

Kota Yogyakarta memiliki berbagai tempatwisata yang indah dan mengesankan, demikian pula dengan aneka makanan yang dijajakan. Banyak pendatang di kota Yogya membua ragam makanan di kota ini sangat bervariasi mulai dari makanan asliYogya hingga hasil perpaduan budaya yang berbeda.

Wedang tahu adalah salah satunya. Dikutip dari goodnewsfromindonesia.id, wedang tahu konon pertama kali masuk ke Indonesia pada akhir abad ke -19. Minuman yang berasal dari etnis Tionghoa ini populer di Semarang, namun di Yogya juga menjadi minuman legendaris yang banyak dicari. Hasil akulturasi budaya menyebabkan wedang tahu memiliki rasa yang berbeda dari aslinya. Pertama kali  wedang tahu diperkenalkan dengan citarasa gurih lebih dominan karena berisi kembang tahu dan kuah jahe yang diberi tambahan bahan lain seperti udang rebon, kecap asin, daun bawang dan ketumbar. Pelengkapnya sejenis cakwe atau mantou. Sekilas lebih mirip sup tahu. Wedang tahu di Yogya dikenal memiliki cita rasa manis, agak mirip wedang ronde namun kuahnya lebih pekat dan rasa jahe nya sangat kuat.

Salah satu penjual wedang tahu yang terkenal di Yogya adalah Ibu Suradi. Beliau berjualan di utara Pasar Kranggan sejak 11 tahun yang lalu. Maka tak heran bila banyak pelanggannya adalah mahasiswa mahasiswi yang dulu kerap jajan di sana dan kini datang membawa serta putra putri mereka.

Ibu Suradi berjualan dibantu oleh putranya. Lapaknya hanya minimalis saja, sebuah gerobak dan beberapa kursi plastik. Pembeli biasa duduk sambil lesehan di tikar-tikar kecil yang digelar di trotoar. Jam buka pukul 6.30 hingga pukul 11 siang dan biasanya sudah tutup sebelum pukul 11 karena larisnya.


                                    Foto dok. pribadi


Ibu Suradi sedang melayani pembeli wedang tahu (dok.pribadi)

Bagi pembeli yang menginginkan wedang tahunya dibungkus, jangan kuatir, karena Ibu Suradi telah menyediakan gelas-gelas plastik yang praktis. Kuahnya dibungkus terpisah agar aman. Namun untuk pembelian jumlah banyak, sebaiknya minta diberi ekstra plastik pergelas agar tidak tumpah. Wedang tahu ini terbuat dari bahan alami tanpa pengawet jadi  tidak tahan lama dan harus segera dikonsumsi di sore harinya. Agar awet hingga malam harus dimasukkan ke dalam kulkas.

Wedang tahu berkembang di daerah lain dengan banyak nama. Di Solo dikenal dengan nama Tahoek, di Surabaya disebut Tahuwa. Masyarakat Singkawang Kalimantan Barat menamakannya Bubur Tahu sedangkan di Palembang dan Bangka Belitung menyebutnya Kembang Tahu (goodnewsfromindonesia.id)

Umumnya dibuat dari sari kedelai yang dicampur dengan agar-agar putih sehingga warna dan teksturnya mirip tahu sutra. Rasanya lembut dan ringan cocok sekali dikombinasikan dengan kuah jahe yang pekat, manis dan hangat. Nyaman di perut,nyaman di tenggorokan.

Nah, jika penasaran ingin minum wedang tahu, silahkan mampir ya. Lokasinya di utara pasar Kranggan, Cokrodiningratan, Jetis, Yogyakarta.

Namun bagi mereka yang belum berkesempatan datang ke Yogya, bisa juga lho bikin wedang tahu sendiri. Caranya tidak begitu sulit. Bahannya pun mudah didapat. Berikut resep sederhana membuat Wedang Tahu :

Bahan Tahu

·         1 liter susu kedelai

·         100 gram gula pasir (sesuai selera)

·         1 bungkus agar-agar bubuk (4gram) warna putih, tanpa rasa,dicairkan dengan 50 ml air

·         Garam secukupnya

Bahan Kuah Jahe

·         1 liter air

·         250 gram gula jawa

·         150 gram jahe

·         3 lembar daun pandan

·         3 lembar daun jeruk

·         5 cm kayu manis

·         3 butir cengkeh

·         Garam halus secukupnya (seujung sendok teh)

Cara Membuat

1.       Rebus susu kedelai dengan api kecil hingga mendidih, sesekali diaduk agar tidak meluap. Tambahkan agar-agar, gula, dan garam, aduk lagi hingga mendidih. Kemudian diamkan hingga membeku

2.        Rebus semua bahan kuah jahe dengan api kecil hingga mendidih, biarkan mendidih beberapa saat agar jahe dan bahan-bahan lain benar-benar larut dan berbau harum khas jahe. Saat akan menyajikan saringlah terlebih dahulu agar kuahnya bersih dan bening.

Sa   Sajikan tahu dalam mangkok kemudian tuangkan kuah jahe perlahan-lahan ke dalam mangkok.         Wedang     Tahu yang hangat, nikmat dan menyehatkan telah siap dinikmati

 

Nah, selamat mencoba!

MENYELUSURI JALAN PANJANG SI TEMPE

 

SERI MAKANAN BERSEJARAH

MENYELUSURI JALAN PANJANG SI TEMPE

Pada suatu siang yang cerah di abad ke-16, Cebolang sedang dalam perjalanan dari Prambanan menuju Pajang. Beliau singgah di Tembayat Kabupaten Klaten.  Beliau dijamu makan siang oleh Pangeran Bayat dengan menu seadanya  ; “…brambang jae santen tempe … asem sambel lethokan …”

Hmmm…dari cukilan Serat Centhini yang digubah  pada sangkala  tahun 1742 tahun Jawa atau 1814 Masehi, bisa dibayangkan betapa lezatnya brambang jae santen tempe. Semacam masakan tempe bersantan gitu ya. Ataukah ini cikal bakal sayur lodeh? Entahlah.

Fotoin lodeh tempe ah…biar makin nyaman bacanya..




Nah kali ini, Penulis ingin mengajak pembaca menelusur sejarah tempe. Kalau dilihat dari potongan Serat Centhini tersebut, tempe telah berkembang pada masa itu. Hal ini dan catatan sejarah yang tersedia lainnya menunjukkan bahwa mungkin pada mulanya tempe diproduksi dari kedelai hitam, berasal dari masyarakat pedesaan tradisional Jawa, mungkin dikembangkan di daerah MataramJawa Tengah, dan berkembang sebelum abad ke-16.

Karena pada saat itu belum ada yang namanya hak paten, penemu pertama kali tempe adalah anonym. Sejarawan sekaligus budayawan Dr Onghokham menuliskan bahwa penemuan tempe berkaitan erat dengan produksi tahu di Jawa, karena keduanya terbuat dari kacang kedelai. Adapun tahu dibawa oleh orang  Tiongkok ke Jawa yang mungkin sudah ada sejak abad ke -17. Ong menyatakan bukan hanya bahan dasarnya yang sama, akan tetapi mungkin secara langsung penemuan tempe berkaitan dengan produksi tahu.

 Wartawan Spesialis sejarah pangan, Andreas Maryoto menyatakan bahwa tempe muncul dari kedelai buangan pabrik tahu yang kemudian dihinggapi kapang. Beliau mengaitkannya dengan adanya tempe lain yang berasal dari limbah yaitu tempe gembus dari limbah kacang, dan tempe bongkrek dari limbah kelapa. Hasil upgrade dari tempe sisa limbah kedelai adalah tempe dari kedelai langsung (bukan limbah)

Dikutip dari Kompas.com, sejarawan sekaligus budayawan Dr Onghokham pun pernah menuliskan dalam artikelnya bahwa pada zaman pendudukan Jepang di Indonesia, para tawanan perang yang diberi makan tempe terhindar dari penyakit disentri dan busung lapar. Menurut beliau lagi, tempe yang kaya protein telah menyelamatkan kesehatan penduduk Indonesia yang padat dan berpenghasilan relatif rendah. Sejumlah penelitian lain yang diterbitkan pada tahun 1940 sampai dengan 1960 juga menyimpulkan bahwa banyak tahanan Perang Dunia II berhasil selamat karena tempe.

Gambar dari pixabay

 

TEMPE DARI MASA KE MASA

Senasib dengan saudaranya sesama berbahan kedelai, tempe pun kini telah mendunia. Jika dahulu tempe hanyalah makanan rakyat kecil, kini tempe telah masuk pasar mancanegara. Kemasan tempe tradisional telah mengalami berbagai modifikasi, tidak hanya dari daun jati atau daun pisang, kini banyak dikemas tempe dalam bungkus plastik transparan. Tergantung selera konsumen memilih yang mana karena semua enak.

Cara penyajiannya pun beragam. Digoreng, dibacem, orek tempe, oseng tempe, lodeh tempe, bahkan kini banyak bermunculan resep baru yang lebih modern : nugget tempe dan burger tempe.

Bahkan kini saking populernya tempe, telah ada satu hari khusus yang dinamakan Hari Tempe Sedunia. Oleh Forum Tempe Indonesia, tanggal 6 Juni ditetapkan sebagai Hari Tempe Sedunia.Tanggal tersebut bersamaan dengan hari kelahiran presiden pertama RI, Ir. Sukarno.

Alasannya adalah karena Ir Sukarno pernah mengemukakan dalam salah satu pidatonya, agar Indonesia jangan mau menjadi bangsa tempe yang diinjak-injak. Ini merupakan ajakan pembangkit semangat yang mengacu pula pada proses pembuatan tempe sendiri. Selain itu, Ir Sukarno adalah pecinta tempe. Hampir setiap hari tersedia tempe dalam hidangan di meja istana. Alasan lain adalah karena pada tanggal 6 Juni, Rumah Tempe Indonesia untuk pertama kalinya diresmikan. RTI yang bertempat di Bogor merupakan tempat praktik pembuatan tempe yang higienis bagi para perajin tempe tradisional. (fimela.com)

 

Perjalanan panjang tempe pun telah menjadikan tempe sebagai makanan wajib bagi para vegetarian karena mengandung vitamin B12 yang tinggi. Kaum vegetarian yang menghindari daging biasanya beresiko anemia karena kekurangan vitamin B12 yang banyak terkandung dalam daging, makan tempe bisa menjadi alternatif.

Gambar dari pixabay

 

NILAI GIZI TEMPE

Dikutip dari Fimela.Com secara umum tempe mengandung protein dan serat yang tinggi,vitamin dan mineral. Karena karbohidrat dan sodium nya rendah, maka tempe baik untuk diet. Selain itu, karena proses pembuatannya dengan fermentasi, maka tempe mengandung prebiotik yang tinggi sehingga baik untuk menjaga kesehatan pencernaan,bakteri baik dalam usus dan memperbaiki penyerapan sari makanan. Berikut kandungan gizi dalam 85 gram tempe :

  • Kalori: 162
  • Protein: 15 gr
  • Karbohidrat: 9 gr
  • Lemak: 9 gr
  • Zat besi: 12% dari total kebutuhan harian
  • Kalsium: 9% dari total kebutuhan harian
  • Riboflavin: 18% dari total kebutuhan harian
  • Niacin: 12% dari total kebutuhan harian
  • Magnesium: 18% dari total kebutuhan harian
  • Fosfor: 21% dari total kebutuhan harian
  • Mangan: 54% dari total kebutuhan harian

 

PILIH MANA : TEMPE ATAU TAHU

Dikutip dari hellosehat.com, sama-sama berasal dari kedelai,kandungan gizi pada tempe dan tahu pun tak jauh beda. Keduanya mengandung isoflavon yaitu suatu senyawa yang diketahui memiliki manfaat mengatasi kanker. Kandungan isoflavon pada tempe lebih tinggi daripada tahu. Senyawa isoflavone yang terkandung pada tahu sebesar 4-67 mg/100 gram. Sementara pada tempe sebesar 103 mg/100 gram. Diperkirakan sebesar 30 sampai 50 mg konsumsi senyawa isoflavone setiap hari cukup untuk memberikan manfaat kesehatan.

Tahu mengandung lebih banyak mineral yang berasal dari senyawa koagulan (yang bisa membuat sari kedelai jadi padat). Sementara itu, tempe memiliki lebih banyak kandungan vitamin yang berasal dari hasil fermentasi.

Kedelai yang merupakan bahan dasar tempe dan tahu mengandung asam fitat, yaitu senyawa antinutrien yang bisa menghambat penyerapan zat gizi tertentu. Senyawa ini tidak bisa dihilangkan dengan pemadatan (proses koagulasi). Oleh karena itu tempe yang dihasilkan dari fermentasi bisa lebih mudah diserap oleh tubuh karena senyawa antinutriennya lebih sedikit.

Jadi, Anda Tim Tempe atau Tim Tahu?

Jangan kuatir, keduanya sama-sama baik dan  bernutrisi, dengan proses pemasakan yang tepat, baik tempe atau tahu, keduanya akan menjadi hidangan yang sehat dan juga lezat.



Cahaya Novianti