Tampilkan postingan dengan label MY FAMILY MY ADVENTURES. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label MY FAMILY MY ADVENTURES. Tampilkan semua postingan

Ayam Ingkung, Hidangan Jadul Andalan di Waroeng Pohon Yogyakarta

 

Masyarakat  di Pulau Jawa pasti mengenal olahan ayam utuh yang dikenal dengan sebutan “ingkung”.  Ingkung kerap hadir dalam bermacam acara terutama di pedesaan. Biasanya disertai dengan nasi tumpeng, yakni nasi berbentuk gunung , ditata dalam tampah (wadah piring besar terbuat dari anyaman bambu), dan dikelilingi hiasan beraneka lauk pauk. Olahan ayam ingkung dibuat dari ayam kampung yang dimasak dalam bumbu rempah-rempah dan santan yang “mlekoh”.  Tiada kata yang bisa mewakili istimewanya  bumbu santan kental gurih berminyak yang melumuri daging ayam selain mlekoh. Istilah yang diambil dari almarhum idola saya Prof. Umar Kayam,  yang kerap beliau gunakan pada artikelnya di Harian Kedaulatan Rakyat bertahun-tahun lampau. Mlekoh sendiri menggambarkan tekstur  areh (santan kental)  pada “penggeng eyem” atau ayam panggang legendaris yang kerap lewat di seputaran Bulak Sumur, Yogyakarta. 

Baca juga : Menyelusur Sejarah Panjang Gudeg, Ikon Kuliner Yogyakarta


Hmm…kembali ke Ingkung., yuk!  Ayam Ingkung memiliki  filosofi yang tinggi dalam budaya Jawa. Tumpeng dan  ayam ingkung hadir dalam tradisi masyarakat Jawa.  Kenapa ayam? Ayam adalah bentuk doa  agar manusia memilih yang baik dan meninggalkan yang buruk. Karena ayam adalah hewan yang pemilih. Jika diberi makanan, mereka melahap yang baik-baik saja dan menyisakan yang buruk. Selain itu ayam adalah wujud kenikmatan di dunia yang didapatkan dari Tuhan Yang Maha Esa. Oleh karenanya, dalam tumpeng disajikan ayam terbaik, masih utuh, dan dihias sebagus mungkin. Ayam utuh dalam ingkung sengaja dibuat sedemikian rupa, seperti  telungkup bersujud,  karena merupakan perwujudan sikap “manengkung” yaitu memanjatkan doa dengan  sepenuh hati kepada Tuhan (disarikan dari Nutrisipangan Wordpress, menurut Sheiliya dalam Jurnal Pergeseran Nilai-nilai Religius Kenduri dalam Tradisi Jawa oleh Masyarakat Perkotaan)


                          menu sarang ingkung yang kami pesan, lezat bangettt....(foto : koleksi pribadi)

 

Di Yogyakarta, selain terkenal dengan kuliner gudeg, hidangan ingkung pun kini menjadi sajian di restoran dan rumah makan. Jika semula ingkung dan tumpeng hanya hadir saat acara “selamatan” atau ubo rampe sajian dalam ritual adat,  kini sewaktu-waktu bisa dinikmati. Bahkan di wilayah Bantul, Yogyakarta ada suatu wilayah yang menjadi pusat  kuliner ayam ingkung. Bahkan menjadi ikon kabupaten Bantul dengan sebutan Kampung Ingkung.  Tepatnya di  daerah Pajangan Bantul. Di sana terdapat warung Ingkung Joglo, Warung Ndeso, Ingkung Kuali,  dan banyak lainnya. Kampung Ingkung cocok dikunjungi sebagai rangkaian setelah berwisata ke Gua Selarong, di daerah Guwosari Pajangan Bantul.

Baca juga : Serunya Wisata Sejarah di Gua Selarong




nasi gurih dalam sarang daun kelapa untuk mempermanis dan menambah kelezatan 
(foto : koleksi pribadi)


               Bulan Januari 2021 yang lalu, saya sekeluarga berkesempatan menikmati hidangan ayam ingkung. Bukan di kampung Ingkung melainkan di daerah Jalan Parangtritis. Tepatnya di Jalan Parangtritis km 6, Sewon, Bantul. Berdekatan dengan kampus Institut Seni Indonesia (ISI Yogyakarta). Nama tempatnya adalah Waroeng Pohon. Tempat ini kami pilih karena sejalur dengan arah pulang setelah staycation semalam di Pantai Parangtritis.


                Bagi orang dewasa, apalagi yang tinggal di desa, hidangan ingkung mungkin sudah terbiasa dinikmati, karena upacara-upacara adat kerap menggunakan ingkung. Namun ingkung masih asing bagi anak-anak kami. Oleh karenanya, sengaja kami pesan menu “sarang ingkung”, untuk nostalgia, sekaligus mengenalkan makanan daerah yang bersejarah kepada anak-anak.

                    Ingkung bisa juga dinikmati perpotong jika dirasa menu utuh terlalu besar/banyak 
                                                     (foto : waroengpohon.com)


Di luar dugaan, bahkan keponakan saya yang masih tiga tahun, bisa menikmati ingkung dengan lahapnya. Sarang Ingkung yang kami pesan terdiri dari nasi gurih yang diletakkan dalam anyaman daun kelapa, ayam ingkung utuh, 3 macam sambal, lalapan, dan semangkuk areh atau kuah ingkung. Seporsi Sarang Ingkung cukup untuk 4 orang. Kami memesan 3 porsi sarang ingkung karena rombongan keluarga besar.  Memang, ingkung ini paling cocok dinikmati beramai-ramai.  Sambil rebutan mencuil dagingnya, tambah seru!


   menikmati ingkung di waroeng pohon serunya beramai-ramai dengan keluarga (foto : koleksi pribadi)


Selain Sarang Ingkung nya yang lezat, Waroeng Pohon juga menyajikan hidangan lainnya yaitu ingkung potongan, pecel lele, pecel ayam, sop ayam dan sop daging, aneka hidangan ikan, juga ada nasi goreng dan mie goreng. Untuk minumannya pun bervariasi mulai dari minuman tradisional seperti wedang jahe atau wedang uwuh, hingga ke minuman kekinian seperti milkshake dan aneka float. Sajian lezat ini sekaligus dilengkapi dengan kenyamanan suasana restoran. Waoreng Pohon memang didesain menyatu dengan alam, dengan banyak susunan batu-batu gamping putih yang unik dan pepohonan rindang di sekeliling. Seolah bersantap di kebun belakang rumah.

    suasana outdoor Waroeng Pohon, asri banget ya! (foto : waroengpohon.com)

                Selama masa PSBB ini, Waroeng Pohon beroperasi pada pukul 10.00 hingga 19.00. Semoga pandemi ini segera berlalu, dan  kita bisa bebas jalan-jalan ke mana pun, termasuk mampir ke Waroeng Pohon untuk makan Ayam Ingkung bersama keluarga.


Baca juga : Wedang Tahu Pasar Kranggan, Jajanan Jadul yang Bikin Kangen


Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days writing challenge Sahabat Hosting

 

Serunya Wisata Sejarah di Goa Selarong

 

Hari itu, 21 Juli 1825, Residen Chevallier dan pasukannya mengalami kekecewaan yang berat. Niat semula mengepung rumah besar di Tegalrejo, Yogyakarta, adalah untuk menangkap Pangerang Diponegoro. Namun ternyata yang dimaksud sudah raib entah kemana. Lolos menghilang bersama pengikut-pengikutnya. 


Pengepungan yang diikuti pembakaran kediaman Pangeran Diponegoro ini seolah menjadi titik awal bersatunya para pembesar keraton, anak cucu Sultan Hamengkubowono I,II, III bersama para pengikut Pangeran Diponegoro lainnya, menyusul ke tempat persembunyian sang Pangeran di Dusun Kembangputihan, Pajangan, Bantul. Tempat ini lah yang menjadi pusat gerilya Diponegoro. Berjarak sekitar 30 km dari pusat kota. Tempat yang strategis di kaki perbukitan berkapur,  memiliki goa yang dikenal dengan sebutan Goa Selarong.


Jejak kehidupan sang Pangeran masih tertinggal di Selarong. Saat kita memandang patung beliau berkuda dengan gagahnya, terpampang di pintu masuk area wisata,  seolah diri terbawa ke masa lalu, saat Selarong masih dipenuhi laskar Diponegoro.     

patung Pangeran Diponegoro menyambut kedatangan kami di area Selarong
(foto : IG @novianticahaya)

Gua Kakung, ditutup pagar untuk menjaga keawetan dan keaslian bangunan gua
(foto : GudegNet.com)


Untuk menuju goa, pengunjung harus menaiki tangga yang lumayan tinggi. Ada beberapa gazebo serta arena permainan untuk anak-anak di kanan kiri tangga. Di sekitar puluhan anak tangga yang bisa membuat terengah-engah tadi , banyak terdapat penjual jambu biji. Jambu biji berwarna merah ini adalah buah khas daerah Selarong. Rasanya kurang puas jika ke Selarong tanpa membawa pulang oleh-oleh jambu biji. Selain jambu, terdapat pula buah-buahan lainnya seperti pisang dan salak. Jika mencari souvenir, ada sanggar Diponegoro yang terletak di dekat gapura.

Beli jambu buat oleh-oleh (foto : IG @novianticahaya)


Secara umum dikatakan area wisata ini cukup curam, banyaktanjakan, karena memang goa ini ada di perbukitan kapur. Goa nya tidak besar, sebagai tempat meditasi dan bersembunyi dari kejaran pasukan Belanda. Seukuran 2 kali 3 meter dengan panjang kedalam sekitar 3 meter saja.

Siapkan energi untuk naik tangga menuju lokasi gua
(foto : IG @novianticahaya)

Uniknya, Sebagian masyarakat mempercayai bahwa walaupun Goa Selarong nampak kecil dari luar dan buntu, namun setiap kali Pangeran Diponegoro dan pengikutnya masuk ke sana, seolah tak nampak dari luar. Goa ini bagaikan menjadi pintu gaib tak kasatmata,  menjadi tempat persembunyian dari dunia luar.

Di area  goa Selarong sendiri terdapat 2 bagian goa lainnya yakni Goa Kakung dan Goa Putri. Goa kakung menjadi tempat beristirahat Pangeran Diponegoro, sedangkan Goa Putri diperuntukkan bagi Raden Ayu Ratnaningsih, istri beliau.


Selama persembunyian sang Pangeran dan pasukannya, sudah tiga kali pasukan Belanda menyerbu ke Selarong. Ketiga-tiganya nihil. Setiap Belanda datang menyerang, daerah itu kosong karena pasukan Diponegoro telah menghilang di goa-goa sekitar Selarong.


Beberapa meter dari goa terdapat air terjun kecil yang cukup deras airnya saat musim penghujan. Hati-hati jika membawa anak kecil ke air terjun ini, karena jalan menuju kesana cukup curam dan licin. Di sini terdapat dua buah sendang, yakni SendangManikmoyo dan Umbulmoyo. Air di sendang ini bersih, bening, menyenangkan untuk bermain air.



Masyarakat percaya, pada malam-malam tertentu di Selarong, akan terdengar bunyi-bunyian gamelan yang mistis. Ada suara namun tak ada wujudnya. Wallahualambissawab. Yang pasti dimana pun berkunjung, harus menjaga kesopanan dan menghargai alam sekitar.


Mengunjungi Goa Selarong sebaiknya berbekal pengetahuan sejarah dan bekal air minum. Yang pertama karena jika yang diharapkan adalah tempat wisata yang instagramable, hanya indah secara visual, maka bersiaplah untuk kecewa. Namun jika ingin napaktilas perjuangan Pangeran Diponegoro, sekaligus mencari tempat yang sunyi, damai, religius dan bersejarah, sambil mendengarkan suara alam, di sinilah tempatnya.

Sendang di area Gua Selarong
(foto : IG @novianticahaya)


Menuju Selarong tidaklah sulit dan ada beberapa rute. Rute termudah melalui masjid Agung Bantul menuju arah Barat, kemudian lanjut ke jalanSelarong. Wisata di Goa Selarong bisa berlanjut dengan travelling ke Desa Wisata Kalakijo yang juga terletak di Guwosari. Di Kalakijo bisa disaksikan seni gejog lesung dan sentra emping melinjo. Dan jangan lupakan Ingkung Kuali yakni rumah makan pelopor hidangan ayam ingkung yang legendaris.

Teman-teman, ada yang punya info tentang tempat wisata bersejarah? Dengan senang hati mari kita berbagi cerita  di kolom komentar ya... 

Terimakasih


Baca juga : Menikmati Lezatnya Ayam Ingkung di Waoreng Pohon Yogya

Ada Saat Tanpa Gadget dalam Parenting Versiku


Anak-anak saya adalah generasi Z, Z-1 lahir tahun 2003, Z-2 lahir tahun 2012. Menurut teori Kohor Generasi mereka ini dikenal dengan istilah Gen-Z.  Generasi Z lahir kala internet sudah menjadi keseharian. Sejak kecil mereka terbiasa dengan gadget dan arus informasi terus menerus menerpa dari media sosial. Walhasil gen-Z memiliki rentang fokus yang lebih pendek. Namun kelebihannya mereka lebih multitasking. Misalnya,  Z-1 ini bisa belajar daring sambil mendengarkan musik. Mengerjakan tugas di laptop sembari berbalas chat di handphone. Bahkan bisa pula keempatnya sekaligus. Belajar dan mengerjakan tugas di laptop sembari mendengarkan musik dan masih sempat pula membalas guyonan di grup WA. Waow!

Z-2, si delapan tahun,  karena sudah memiliki waktu khusus untuk menonton YouTube, (tentu saja dengan pengawasan orang tua), menjadi anak yang super kritis dan ceriwis bukan main. Apalagi di masa sekolah daring ini. Ada saja pertanyaan dan kosa kata baru yang muncul darinya setiap hari.

Gaya pengasuhan yang saya terapkan pada kedua anak ini tentu memiliki perbedaan dengan metode yang diterapkan kakek neneknya terhadap saya. Bahkan dalam setiap keluarga pasti berbeda karena karakteristik manusianya pun tidak sama. Suatu aturan yang diterapkan dan berhasil berjalan baik di keluarga A, belum tentu memberi hasil yang sama pada keluarga B. Oleh karena itu pola pengasuhan atau parenting ini bisa dikatakan personal, unik, dan merupakan seni tersendiri. Pengasuh dan anak yang diasuh, sama-sama saling belajar dan berkembang sesuai kondisi dan situasi.



Dari generasi ke generasi, pola pengasuhan mengalami perubahan. Terutama karena faktor lingkungan, kemajuan teknologi dan pendidikan. Saya mengamati gaya parenting teman-teman kerja dan teman-teman dekat saya di luar lingkungan kerja. Kemudian saya bandingkan dengan gaya parenting versi saya sendiri. Hasilnya, banyak perbedaan, namun ada beberapa hal pokok yang sama dan selalu diterapkan dalam pengasuhan buah hati.

 

Usahakan Waktu yang Berkualitas

 

            Siapa bilang ibu bekerja tidak bisa memberikan pengasuhan sebaik ibu rumah tangga? Nangis keras saya, kalau dikatakan demikian. Dulu waktu anak-anak masih kecil, saya sering menghitung waktu, berapa jam dia bersama pengasuh, berapa jam bersama saya. Saya kalah jumlah, oke, itu pasti,  karena pukul 9-5 saya di kantor. Tapi setelah pulang kerja, semua urusan anak, saya pegang. Mulai dari mandi sore, makan, belajar, main, hingga tidur. Pelajaran yang paling mendasar seperti membaca, mengaji, dan hitungan dasar, sekuat tenaga saya ajarkan sendiri. Katanya, ibu adalah sekolah yang pertama. Saya ingin menjadi sekolah pertama untuk anak-anak. Hmmm..obsesif dan ambisius ya? Sedikit, sih. Karena perasaan bersalah meninggalkan mereka demi pekerjaan membuat saya membuat kompensasi sedemikian. Saya berusaha membangun kedekatan dengan anak-anak dengan memberikan waktu yang berkualitas pada mereka. Sebisa mungkin jalin komunikasi dua arah dengan anak-anak. Kenapa dua arah? Karena anak-anak pun berhak menyuarakan pendapatnya. Apalagi anak-anak zaman now yang lebih kritis dan pandai berargumen.

 

Waktu Tanpa Gadget

 

            Karena mereka berdua adalah gen-Z, kini, aktivitasnya tak lepas dari gadget. Apalagi masa pandemi mengharuskan belajar jarak jauh. Mau tak mau harus berhadapan dengan laptop dan handphone. Mulanya anak-anak suka keterusan main game atau melihat YouTube. Bahkan saat makan pun, HP masih saja menemani. Oleh karena itu di rumah kami ada peraturan “No Gadget Time”. Ada waktu-waktu tertentu yang tidak diperbolehkan berhaperia. Saat makan, misalnya. Makanan harus dinikmati dengan benar. Makan bersama adalah momen-momen penting yang bisa menjadi sarana mengobrol, berdiskusi, atau sekedar bercanda dengan keluarga. Oleh karenanya kami sepakat tidak ada gadget dalam ritual makan bersama. Hal ini selain membangun ikatan antar anggota keluarga, juga untuk detoks digital harian bagi kami semua. Tak dipungkiri, arus informasi dari media sosial yang begitu banyak dan deras, kadang tak memberi jeda otak untuk beristirahat. Waktu tanpa gadget juga berlaku saat siap tidur malam. Biasanya saat ini digunakan untuk bercerita, ngobrol tentang keseharian.  

 

Miliki Aktifitas Rutin Bersama-sama

 

            Ikatan batin dalam keluarga sudah terbentuk secara alamiah, namun kekompakan dan kasih sayang antar sesama anggota keluarga harus selalu dipupuk. Rumah harus menjadi “rumah” bagi jiwa dan raga setiap penghuninya. Anak-anak harus mendapatkan rumah yang damai, tentram dan bahagia, yang tidak hanya bermanfaat bagi kesehatan fisik, namun juga kesehatan mentalnya. Aktifitas rutin bersama keluarga bisa meningkatkan kekompakan dan kasih sayang. Ibadah bersama adalah contoh yang paling dekat. Saat sesudah sholat,misalnya, bisa menjadi waktu yang tepat bagi orang tua untuk memberi beraneka nasehat kehidupan. Selain beribadah bersama, juga bisa melakukan olah raga berbarengan. Sekali waktu luangkanlah berwisata atau travelling sekeluarga. Selain menyegarkan pikiran, travelling bersama keluarga juga mampu meningkatkan kasih sayang dan kekompakan.

           

            Tidak ada sekolah khusus bagi orang tua dalam mengasuh anak. Ikhlas dalam mengurus anak dan keluarga akan menjadikan orang tua pun bahagia menjalankan perannya. Anak yang bahagia berasal dari ayah dan ibu yang bahagia pula. Seorang anak adalah peniru ulung, maka mereka lebih mudah meniru apa yang dilakukan orang tuanya daripada rentetan nasehat panjang.

"Kemampuan orangtua mendidik anak ada batasnya. Sedangkan pintu pertolongan Allah tiada terbatas. Maka iringi proses mendidik anak dengan doa." (Aa Gym)


Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting



Foto dari Pixabay


Travelling Paling Mengesankan : Bisa Mewujudkan Keinginan Bapak, Staycation di Pantai Bersama Keluarga Besar

                Ceritanya pada Bulan Juni 2020 yang lalu, Bapakku tersayang mengalami kecelakaan motor. Jatuh sendiri karena ban motor bagian belakang pecah. Mungkin ban belakang terobsesi mengejar ban depan, sehingga cepat gundul dan mudah pecah. Halah, canda! Karena kecelakaan tunggal ini, Bapak mengalami patah kaki dan harus memakai alat bantu jika berjalan. Hikmahnya adalah Bapak terpaksa menerima kodrat alam, bahwa di usia beliau sebaiknya jangan bermotoran lagi. Hikmah kedua, pada saat itu berlaku PSBB, sehingga klop dengan kondisi Bapak yang belum bisa bepergian ke mana-mana.

          Akhirnya pada Bulan Desember, proses pemulihan kaki Bapak menunjukkan kemajuan pesat. Beliau diperbolehkan berjalan tanpa alat bantu. Bisa menapak pelan-pelan walaupun belum bisa terlalu jauh. Cita-cita beliau dalam waktu dekat hanyalah sederhana. Melihat pantai bersama anak cucu semua, komplit full team.

        Bulan Desember 2020 adalah peak season. Libur panjang sekolah, libur panjang akhir tahun. Kami perkirakan pasti pantai penuh sekali dan sulit mencari hotel. Ternyata benar, walaupun ada pandemi Covid-19, agak sulit mencari hotel. Kami ingin yang lokasinya dekat pantai agar Bapak tidak terlalu lama berjalan, selain itu agar anak-anak bisa ke pantai di waktu siang, sore, malam, pagi, siang, sore. Nggak berurutan ya waktunya? Iya karena kami merencanakan sampai lokasi Sabtu siang dan kembali Minggu sore.  

    Rencana Bulan Desember 2020 terpaksa mundur ke Januari 2021. Tidak apa, yang penting terlaksana. Jauh-jauh hari saya berdoa agar diberi kelancaran dan cuaca mendukung. Bayangkan kalau hujan seharian, maksud hati bermain pasir di pantai menjadi berkurung diri di kamar. Bukan liburan lagi namanya. Anak-anak menghitung hari dan ceriwis bertanya, kapan tiba saatnya berlibur ke pantai dengan para sepupu.


            Alhamdulillah hari H datang. Cuaca hari Sabtu, 9 Januari 2021 terang benderang. Langit bersahabat tanpa mendung menggantung. Sebagai catatan, tanggal 11 adalah mulai diberlakukannya PSBB di Yogyakarta. Sudah nyaris batal saja acara ini.

lega sekali akhirnya bisa terlaksana berlibur bersama (foto pribadi)


            Pantai Parangtritis adalah tujuan pertama kami. Karena semenjak pandemi kami sekeluarga juga belum berkunjung ke pantai, rasanya terasa sangat istimewa. Kebahagiaan anak-anak menular pada kami yang dewasa. Kami mendapat tempat menginap yang cukup nyaman. Di area atas, dekat gardu pandang. Kelebihan menginap di villa area atas Parangtritis adalah bisa menikmati panorama laut dan sekitarnya dari ketinggian dengan leluasa. Kekurangannya adalah untuk mencapai lokasi membutuhkan effort tersendiri. Jalan menanjak dan tidak rata.

suasana sekitar pantai Parangtritis dilihat dari villa Adinda (foto pribadi)

Ternyata, sedekat apapun villa yang dipilih, ke pantainya tetap harus jalan kaki. Minimal dari tempat parkir ke bibir pantai. Bapak sangat bersemangat mencium udara laut. Berdua dengan Ibu, Bapak berjalan menuju pantai dibantu tongkat saktinya. O,iya, sekarang kemana-mana beliau harus memakai tongkat untuk berjalan. Komentarnya pertama kali  : “Wah, seperti mbah kakung beneran ini” Lah, memang mbah kakung, kan cucunya sudah 5 biji!  Bapak pelan-pelan melangkah namun ternyata kurang 200 meter saja, Bapak menyerah. Kecapekan dan  mengkuatirkan kaki beliau, takut jika nantinya terasa sakit lagi. Ya sudah akhirnya para anak dan cucu, semuanya ada 9 orang, melanjutkan ke pantai, sementara Bapak dan Ibu saya titipkan di tenda penjual kelapa muda. Ya terpaksa, tapi ini juga masuk cita-cita kok. Minum kelapa muda di tepi pantai. Walaupun tidak tepi-tepi amat!

Sementara anak-anak asyik menghabiskan waktu bermain di pantai, membuat istana pasir, sesekali menantang ombak yang datang, namun kemudian lari terbirit-birit ketika mereka datang, saya justru gelisah. Berkali-kali menengok ke deretan penjual kelapa muda. Sedang apa orang tua saya, senangkah di sana?

dunia mereka (foto pribadi)


 
tetap maskeran dong. (foto pribadi)

Ketika melihat delman yang banyak berjajar di pinggiran pantai, terbersit ide dari adik untuk menjemput mereka dengan delman. Bagai kereta kencana, delman Parangtritis menjumpai kedua orang tua saya di tenda kelapa muda. Silahkan naik, raja dan ratu!


Bapak dan Ibu senang bisa menikmati pantai dari jarak dekat, saya pun jauh lebih senang sekaligus lega bisa menyenangkan mereka. Bahkan kusir delman pun ikut Bahagia karena dapat carteran keliling-keliling pantai. Dengan bersemangat dia mengentertain kedua orang tua saya dengan atraksi kuda ngebut di atas pasir, hingga Ibu berteriak-teriak panik. Tapi pak kusir baik hati juga, suka rela menjadi juru kamera. Hmm..bak foto prewedding!

senyum dulu dong, alhamdulillah!(foto pribadi)


Sekitar pukul 19.00 kami kembali ke villa. Menikmati jahe panas, ditemani suara ombak di kejauhan. Malam no gadget dihabiskan dengan mengobrol dan bermain uno bersama, untuk kemudian beristirahat dan bersiap petualangan selanjutnya di pantai esok hari.

bersama kelima cucu (foto pribadi)



Mungkin benar apa yang dikatakan orang bijak, tingkat kepuasan dan keseruan berwisata tidak hanya ditentukan oleh lokasinya, namun juga dengan siapa yang menemani. Berlibur komplit sekeluarga kecil mungkin sering, namun kali ini terasa sangat istimewa karena bisa berlibur dengan suami dan kedua anak saya, bapak dan ibu, serta adik kandung dan seluruh anggota keluarganya. Sungguh travelling yang menentramkan dan  tak terlupakan. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?


Tips jika travelling ke pantai Parangtritis adalah pakailah pakaian sesimpel mungkin. Pasir yang masuk ke saku-saku celana dan lipatan baju, susah sekali hilangnya. Kedua, bawa kantong plastik untuk menampung sampahmu sendiri. Jujur saja, banyak pedagang dan pengunjung yang asal saja membuang sampah ke pantai. Ketiga, jika membawa orang tua atau lansia, sewakan delman.

Alhamdulillahi rabbil alamiin.



Tulisan ini diikutsertakan dalam 30 Days Writing Challenge Sahabat Hosting

Pengalaman Perpanjangan SIM dengan SIMAMI

             


Kali ini saya ingin berbagi pengalaman perpanjangan Surat Ijin Mengemudi dengan layanan SIM keliling. SIM A dan SIM C suami kebetulan akan segera habis masa berlakunya. Jika sampai terlambat memperpanjang, wah,  biaya perpanjangannya sama seperti membuat SIM baru, kan...  Suami sudah mencoba mendatangi layanan SIM keliling di Jogja City Mall. Kami datang sekitar pukul 6.30 pagi. Ternyata walaupun jam layanan antara pukul 08.00 hingga 12.00, namun kuota sudah terpenuhi bahkan sejak pukul 06.00. Mungkin dikarenakan peminat cukup banyak. Bahkan ada yang sudah datang mengantri sejak pukul 05.00 pagi.


            Gagal di JCM kami kemudian mencoba layanan SIM keliling  malam hari atau yang dikenal dengan SIMAMI (SIM Keliling Malam Minggu) Biasanya bis layanan SIM ini parkir di Simpang Teteg Malioboro (di seberang rel, selatan stasiun Tugu) mulai pukul 19.00 malam dan khusus malam Minggu saja.  Karena sejak tanggal 02 November 2020 diberlakukan aturan kendaraan dilarang masuk area Malioboro maka kami parkir di taman parkir Abu Bakar Ali. Ternyata bis itu tidak ada. Layanan SIMLING malam telah berpindah tempat ke Sasono  Hinggil Dwi Abad Alun-alun Kidul. Maka meluncurlah kami ke sana.


            Bis layanan telah parkir di samping Sasono Hinggil Dwi Abad dan sudah terbentuk antrean yang tidak begitu panjang. Pertama-tama para pemohon melaksanakan tes Kesehatan. Biaya untuk tes Kesehatan sebesar 25 ribu  ribu rupiah.  Setelah tes Kesehatan, kami mengantri untuk tes psikologi. Biaya test psikologi untuk SIM C adalah 50 ribu rupiah. Karena suami mengajukan perpanjangan untuk SIM A dan SIM C maka dikenakan biaya 75 ribu rupiah. Ada sekitar 30 soal yang harus dijawab. Di antaranya apakah sering mengalami susah tidur, respon jika melihat kecelakaan di jalan raya, apa reaksi jika jalanan macet dan sebagainya.


            Inti dari tes psikologi ini adalah untuk mengetahui kondisi mental  pemohon saat berada di jalanan. Walaupun pengajuan SIM ini adalah perpanjangan, dalam artian pernah menjalani tes psikologi pada saat pembuatan SIM pertama kali. Namun tetap dilakukan tes psikologi karena emosi seseorang akan mengalami perubahan setelah lima tahun berselang. Hal ini juga dilakukan terutama karena penyebab kecelakaan di jalan adalah human error.


            Setelah tes psikologi selesai, pemohon harus melengkapi form berwarna biru yang berisikan data diri. Data yang diminta adalah nama, tempat tanggal lahir, alamat, alamat email, nomor telpon, pendidikan terakhir, dan kontak yang bisa dihubungi saat keadaan darurat.


            Tahap terakhir setelah meyerahkan form isian adalah menunggu giliran berfoto, diambil sidik jari dan tandatangan. Biayanya 155 ribu rupiah untuk SIM A dan C


            Oiya, sebaiknya sebelum sampai ke lokasi layanan SIMLING kita mempersiapkan dulu persyaratan-persyaratannya karena jika belum difotokopi misalnya, terpaksa harus keluar antrian dan tempat fotokopinya lumayan jauh. Berkas-berkas yang perlu disiapkan adalah sebagai berikut :
-          SIM lama asli dan fotokopi
-          E-KTP asli dan fotokopi
-          Uang untuk tes Kesehatan, tes psikologi, biaya pembuatan.


            Total waktu hingga SIM selesai adalah sekitar 2 jam. Cukup mudah dan biaya sesuai yang tertera. Namun sekali lagi, layanan SIM keliling malam hari hanya diadakan khusus di hari Sabtu malam alias malam Minggu. Bagi yang berlokasi di Bantul juga diadakan layanan SIM malam minggu di depan Polres Bantul. Untuk wilayah Pengajuan di hari dan jam kerja bisa dilakukan di antaranya di Jogja City Mall, Ramai Mall, di depan Puro Pakualaman atau Polres Patuk. Di Wilayah Bantul ada layanan SIMANTUL WANGI atau SIM Bantul Awan lan Bengi dan ada pula layanan SIMMADE (SIM Masuk Desa)


Layanan SIMAMI di Alun-alun Kidul cukup menyenangkan karena para pemohon  bisa mengusir jenuh mengantri dengan menikmati suasana malam Minggu yang meriah di Alun-alun Kidul. Bahkan suasana pandemi Covid pun tak terasa di sini. Banyak masyarakat yang membawa keluarganya bersantai lesehan di alun-alun. Selain aneka makanan yang dijajakan, juga banyak penjual mainan anak dan mobil kayuh berlampu yang menyemarakkan suasana


foto dan video : pribadi


SELAMAT DATANG KE DUNIA, BABY TAMA

Usia saya sudah tidak muda lagi ketika hamil anak kedua,37 tahun. Cukup beresiko juga, tapi kata dokter, aman-aman saja. Saya ingat hari itu masih berangkat kerja seperti biasa, belum ambil cuti karena HPL nya masih sekitar 2 mingguan lagi. Pukul 10 pagi ketika ke kamar mandi, ternyata sudah ada bercak darah. Suami segera saya telpon untuk membawa ke Rumah Sakit. Tunggu punya tunggu dengan rasa mulas dan diberi suntikan pemacu, ternyata belum ada bukaan sama sekali. Akhirnya pada pukul 11 malam, diputuskan cesar lagi seperti kelahiran kakaknya. Tanggal 20 Juli 2012, Tama siap menyambut dunia…

profil penulis

 Assalamualaikum,

Selamat datang di blog saya

Blog ini berisi buah pemikiran yang coba saya abadikan lewat tulisan.

Semoga membawa manfaat dan barokah bagi siapapun yang melihat dan membacanya

Aamiin ya Rabbal alamiin